Bahkan, pemerintah daerah Nusa Tenggara Timur (NTT) pun pernah mencanangkan gerakan menanam kelor dan mewajibkan masyarakatnya mengonsumsi kelor, karena khasiatnya bagus bagi ibu hamil dan menyusui.
Karena ketenarannya itu, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin juga pernah meminta agar manfaat tumbuhan kelor diteliti secara serius, agar dapat masuk pasar global seperti ginseng dari Korea Selatan.
Lalu sehebat apa kelor hingga dijuluki The Miracle Tree oleh World Healthy Organization tersebut, hingga diyakini dapat bersaing dengan ginseng?
Hal tersebut diteliti oleh Peneliti Pusat Riset Hortikultura dan Perkebunan, Ridwan. Pada penelitiannya itu, dia mengungkap fakta sejumlah kandungan positif dalam Kelor.
Pohon kelor yang tergolong ke dalam genus Moringaceae diyakini berasal dari kaki bukit Himalaya, meliputi Pakistan, India, Nepal dan Bangladesh.
Kata Ridwan, saat ini tanaman tersebut tersebar luas dan banyak dibudidayakan terutama di wilayah tropis.
Selain diolah sebagai bahan pangan, Ridwan menyebut bahwa kelor juga dapat diolah sebagai campuran herbal.
Kandungan vitamin dan mineral dalam kelor terbukti mencukupi gizi harian yang dibutuhkan oleh tubuh. Bahkan, kandungan kalsiumnya melebihi susu hewani.
"Kandungan kalsium kelor lebih tinggi dibanding tanaman lain. Bahkan, jika dibandingkan dengan susu sapi sekalipun," ujar Ridwan dikutip dari laman BRIN, Rabu 19 April 2023.
Berdasarkan beberapa literatur, Doktor lulusan Institut Pertanian Bogor (IPB) ini juga mengungkapkan bahwa susu sapi rata-rata mengandung 143mg/100 gr kalsium, sedangkan kandungan kalsium daun kelor kering dapat mencapai 17 kali lipatnya.
Ridwan mengaku pernah menganalisis dan membandingkan kandungan kalsium daun kelor dari beberapa daerah di Indonesia. Hasilnya ada yang mencapai hingga 21 kali lipat, yaitu mencapai 3000mg/100gr.
Jadi jangan heran, jika di NTT pernah mewajibkan masyarakatnya mengonsumsi kelor, khususnya bagi ibu hamil dan menyusui.
"Tak hanya itu, tanaman ini juga memiliki kandungan protein yang cukup tinggi, sekitar 25-34 persen, setara dengan kandungan protein pada kacang-kacangan," ujarnya.
Merujuk dari data tersebut, lanjutnya, memang masih belum sebanding dengan kandungan protein biji kedelai yang mencapai 36 persen. (UM)